Wednesday, 3 May 2017

Pengalaman Naik Kereta Api Kelas Ekonomi 2010



2010 naik kereta api kelas ekonomi, saat itu ada acara naik gunung sama anak-anak satu geng. Karena lokasi gunungnya jauh, jadi kami putuskan untuk naik kereta.

Sang komando menginstruksikan naik kereta ekonomi jurusan Bandung - Kediri (kalau tidak salah), nama keretanya juga lupa. Harga tiket per orangnya 48.000. Hah saya kaget, murah banget tiketnya. Saya naik dari stasiun Tasik Kota menuju Solo Balapan. Tiket sudah ditangan dan tinggal menunggu waktu kedatangan kereta.

Dalam hati berpikir, bakal asik nih naik kereta. Pukul 01.45 wib kereta pun datang, masuklah saya. Saat sudah dalam gerbong, halah kok kursinya penuh semua, saya duduk dimana ini. Sambil membawa tas gunung yang super berat, saya clingak clinguk nyari kursi kosong tapi yang terlihat hanya kursi yang berisi muka-muka kusam para penumpang yang sedang molor. Akhirnya saya terpaksa harus berdiri ditengah-tengah kursi yang penuh. Halah.

Yasudah, saya pikir saat itu mungkin didepan bakalan ada orang yang turun dan saya bisa ngisi kursi yang ditinggalkan. Namun apa yang terjadi, disetiap pemberhentian bukannya ada yang turun tapi malah banyak yang nambah naik. Alaah kereta makin sesak dan pengap dengan bau apek ketek-ketek penumpang. Semakin jauh memasuki wilayah Jawa , semakin banyak yang naik. Semakin sulit bergerak dan semakin memusingkan. Bayangkan jam-jam tidur nyenyak bermimpi ria tapi ini harus berhadapan dengan desak mendesak dalam kereta. Ya Tuhan, hati mulai gelisah tak karuan, jangan-jangan bakalan berdiri sesak begini sampai Solo.

Jam makin pagi, isi kereta makin aneh dan mencengangkan. Saya sempat shock dan sedikit stres. Didalam kereta mulai bermunculan pedagang. Ada pedagang nasi kuning, mie rebus, pop mie, roko kopi, lanting jajanan jawa, acessoris, kain, batik, kue basah dan lain-lain. Ada juga pengemis, tukang sapu dan lain-lain. Alamaak pertama kali naik kereta, langsung disuguhi pemandangan beginian. Ini sih bukan angkutan umum tapi lebih mirip barak (camp) nazi yang dipenuhi manusia-manusia sekarat. Ini seperti medan perang, bukan sebuah angkutan.

Saking penuh sesaknya, saya tak bisa lagi bergerak sekedar untuk menggaruk pantat yang gatal. Para pedagang dan pengemis terus berlalu lalang bolak balik menjajakan dagangannya silih berganti. Saya pikir ini kereta angkutan apa bukan si?. Ini kok kereta gini amat ya!. Ini perkeretaan punya aturan ga si?. Saya ini bukan binatang lho, saya ini manusia pengguna angkutan umum yang butuh pelayanan. Ini pemerintah ngapain aja si dikantor, jangan-jangan kerjanya cuma madang doang. Ah sudahlah.

Makin lama saya semakin pusing, pegel dan ingin muntah. Sudah setengah dari perjalanan saya berdiri. Ternyata kereta ekonomi itu lambat kaya keong, lelet. Dulu saya berpikir kalau kereta itu ngebut dan cepat sampai, tapi ternyata tidak. Kenyataannya super lemot. Oh mungkin karena kereta ekonomi kali ya.

Hari terlihat semakin terang, saya mulai bergerak mencari udara segar. Namun yang terjadi, penumpang lain semakin agresif. Saya mulai terdesak dari posisi nyaman, saya semakin terseret oleh arus pergerakan penumpang lain dan pada akhirnya saya terpojok di wc kereta yang sudah rusak. Alamaak bau bener wc nya. Saya tersingkir dari posisi semula. Semakin jauh dari posisi teman geng saya.

Stres, ingin marah dan kesal. Tersiksa dengan bau wc. Kereta tak kunjung kosong. Saking pusingnya, saya sampai ketiduran di wc. Tuhan mungkin masih sayang kepada saya, saya diberi tidur setengah pulas untuk melewati setengah lagi siksaan ini. Berkat tertidur, saya berhasil melewati sisa siksaan ini. Saya lupa dengan temang geng saya, entah dimana mereka, mereka tak terlihat karena kereta super penuh.

Suara solo balapan pun terdengar, nah ini tujuan saya. Alhamdulillah skhirnya sampai juga. Selamat tinggal kereta mengerikan, selamat tinggal neraka jahannam.

Konon saat ini kereta ekonomi sudah membaik, rapi dan lebih manusiawi. Entahlah, saya belum naik kereta lagi setelah itu. 

No comments:

Post a Comment